Ribuan Orang Kepung Gedung Pemerintahan Israel, Desak Netanyahu Mundur

Tel Aviv, Israel – Situasi politik di Israel kembali memanas. Ribuan warga dilaporkan turun slot maxwin ke jalan dan mengepung gedung pemerintahan di Yerusalem, menuntut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mundur dari jabatannya. Aksi unjuk rasa besar-besaran ini terjadi di tengah meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap kepemimpinan Netanyahu, terutama menyangkut penanganan konflik berkepanjangan dengan kelompok Hamas serta kebijakan domestik yang dianggap semakin otoriter.

Gelombang Protes Nasional

Demonstrasi yang berlangsung sejak beberapa hari terakhir mencapai puncaknya pada malam minggu, saat puluhan ribu warga berkumpul di luar Knesset (parlemen Israel) dan kantor Perdana Menteri. Massa membawa poster bertuliskan “Netanyahu Mundur!” dan “Kami Tidak Akan Diam”, sambil meneriakkan yel-yel menuntut pertanggungjawaban atas krisis politik dan kemanusiaan yang terus memburuk.

Aksi ini merupakan bagian dari gelombang protes nasional yang telah berlangsung selama berbulan-bulan. Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Netanyahu semakin meluas setelah keputusan kontroversialnya memperpanjang operasi militer di Gaza yang telah menyebabkan korban jiwa sipil yang tinggi, serta stagnasi proses perdamaian yang membuat ketegangan di wilayah tersebut makin memuncak.

Isu Gaza dan Korban Sipil

Salah satu pemicu utama gelombang demonstrasi ini adalah meningkatnya tekanan internasional dan domestik terhadap tindakan militer Israel di Jalur Gaza. Sejumlah laporan menyebutkan ribuan korban sipil telah berjatuhan dalam operasi militer Israel yang terus berlanjut sejak tahun lalu. Netanyahu, yang dikenal sebagai tokoh hawkish (garis keras), dianggap menutup telinga terhadap seruan gencatan senjata.

Organisasi hak asasi manusia, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, mengkritik keras cara Israel menangani konflik. Para demonstran menuduh Netanyahu mengeksploitasi perang untuk mempertahankan kekuasaan politiknya dan mengalihkan perhatian dari kasus-kasus hukum yang tengah membelitnya, termasuk dakwaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Ketidakpuasan Politik Internal

Selain isu Gaza, ketidakpuasan dalam negeri juga menjadi bahan bakar utama aksi unjuk rasa. Netanyahu yang telah menjabat sebagai perdana menteri selama lebih dari 15 tahun secara total, dituding semakin menjauh dari prinsip-prinsip demokrasi. Kebijakannya yang berupaya melemahkan Mahkamah Agung Israel dan memberikan kontrol lebih besar kepada eksekutif mendapat kritik keras dari kalangan akademisi, oposisi, dan bahkan sebagian anggota koalisi pemerintahannya sendiri.

Reformasi yudisial yang diusulkan oleh pemerintah Netanyahu, yang disebut-sebut akan mengurangi independensi pengadilan, memicu demonstrasi besar sejak awal tahun. Masyarakat khawatir bahwa perubahan ini akan menjadikan Israel negara yang semakin otoriter.

Reaksi Pemerintah

Menanggapi demonstrasi besar-besaran tersebut, kantor Perdana Menteri merilis pernyataan singkat yang menuding aksi tersebut sebagai bagian dari kampanye politik lawan-lawan Netanyahu. “Pemerintah tetap teguh pada upaya menjaga keamanan nasional dan integritas negara. Tidak ada tekanan jalanan yang akan mengubah arah kami,” bunyi pernyataan itu.

Namun, tekanan politik kian besar. Beberapa anggota parlemen dari partai-partai sayap tengah dan bahkan sayap kanan mulai menyuarakan keraguan mereka terhadap kepemimpinan Netanyahu. Beberapa di antaranya secara terbuka menyerukan pemilihan umum lebih awal sebagai jalan keluar dari krisis politik yang berlarut-larut.

Dukungan dari Diaspora Yahudi

Yang menarik, protes terhadap Netanyahu tidak hanya terjadi di Israel. Komunitas Yahudi di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada, juga menggelar aksi solidaritas, menyatakan keprihatinan mereka terhadap arah kebijakan pemerintah Israel. Banyak dari mereka menyuarakan dukungan terhadap nilai-nilai demokrasi dan menyerukan perubahan kepemimpinan.

Apa Selanjutnya?

Situasi di Israel kini berada di persimpangan jalan. Gelombang protes yang semakin membesar menandakan adanya krisis kepercayaan yang dalam antara rakyat dan pemimpinnya. Meskipun Netanyahu menolak mundur, tekanan dari rakyat, oposisi, serta komunitas internasional semakin besar.

Analis politik memperkirakan bahwa jika Netanyahu tetap bersikukuh, Israel bisa mengalami instabilitas politik jangka panjang, termasuk kemungkinan pembubaran parlemen dan pemilu ulang.

Gelombang demonstrasi ini menjadi sinyal kuat bahwa publik Israel menginginkan perubahan nyata—baik dalam kebijakan luar negeri maupun domestik. Dan seperti sejarah telah mencatat, ketika rakyat bersatu dalam suara yang sama, perubahan bisa menjadi kenyataan, bahkan dalam sistem politik yang tampak tidak tergoyahkan.

By admin